Dokter PPDS RSHS Ditetapkan Tersangka, DPR Minta Rumah Sakit Tak Lepas Tangan

Kangster

No comments
Foto: Antara

Tintanarasi.com, Bandung – Seorang dokter residen anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Priguna Anugerah Pratama, kini menjadi sorotan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap pasien dan keluarganya.

Aksi bejat tersebut tidak hanya menuai kemarahan publik, tapi juga mendorong desakan reformasi sistem pengawasan di rumah sakit pendidikan.

Priguna diduga memanfaatkan statusnya sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) untuk melancarkan aksinya.

Berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian, korban berinisial FH (21) menjadi sasaran pada 18 Maret 2025, ketika sedang menunggui ayahnya yang dirawat di rumah sakit.

Dengan dalih pemeriksaan darah untuk keperluan transfusi, Priguna membawa korban ke ruangan lantai 7 Gedung MCHC RSHS. Di sana, korban disuntik dengan cairan yang diduga obat bius hingga tak sadarkan diri.

Ketika terbangun, korban merasakan nyeri dan melaporkan kejadian tersebut ke pihak rumah sakit, yang kemudian diteruskan ke polisi. Hasil visum mengonfirmasi adanya tindakan kekerasan seksual.

Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jabar menyatakan bahwa modus serupa juga digunakan terhadap dua korban lainnya, yang masih dalam proses penyelidikan. Mereka diduga menjadi korban pada 10 dan 16 Maret 2025, dengan pola yang sama: bius, manipulasi pemeriksaan medis, lalu pelecehan.

Direktur Ditreskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, mengungkap bahwa pelaku sempat mencoba mengakhiri hidupnya dengan menyayat pergelangan tangan saat hendak ditangkap, namun berhasil diselamatkan dan akhirnya ditahan pada 23 Maret 2025.

Anggota Komisi IX DPR RI menilai peristiwa ini sebagai kegagalan sistemik, bukan sekadar kejahatan individual. Mereka menyoroti lemahnya pengawasan institusi seperti RSHS, Unpad, dan Kementerian Kesehatan.

“Ini bukan cuma soal oknum. Sistem pengawasan di RS pendidikan harus diperiksa total. Jangan sampai pasien merasa tidak aman di tempat seharusnya mereka dilindungi,” ujar anggota Komisi IX, Arzeti Bilbina.

Komisi IX juga mendorong sanksi tegas bagi rumah sakit, termasuk penghentian sementara program pendidikan spesialis, denda, hingga audit menyeluruh terhadap tata kelola klinik pendidikan.

Kementerian Kesehatan pun telah meminta pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Izin Praktik (SIP) Priguna, serta menghentikan sementara program residensi anestesi di RSHS.

Unpad secara resmi memberhentikan pelaku dari program PPDS karena melanggar kode etik dan mencoreng nama baik institusi.

Priguna dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Pasal 6C dan terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Polda Jabar telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk korban, keluarga korban, tenaga medis, dan ahli forensik.

Kasus ini menjadi perhatian nasional karena terjadi di rumah sakit rujukan besar, melibatkan peserta pendidikan spesialis, serta menunjukkan adanya celah serius dalam pengawasan praktik klinik.

“Ini bukan sekadar tindakan kriminal. Ini trauma kolektif. Publik kehilangan kepercayaan terhadap sistem yang seharusnya memberi rasa aman,” kata Arzeti.

Komisi IX, Kemenkes, dan aparat penegak hukum sepakat bahwa kasus ini harus dijadikan pelajaran penting untuk memperkuat perlindungan terhadap pasien di seluruh rumah sakit pendidikan di Indonesia.

Kangster

Pengangguran dadakan yang lagi nyari kerja di Jepang. Mimpi jadi karyawan kantoran ala anime sambil ngejar deadline. Kalau lagi nggak sibuk ngoding, pasti lagi baca novel detektif sambil ngebayangin jadi Sherlock Holmes versi Indonesia. Oh iya, NewJeans Never Die!

Share:

Related Post

Leave a Comment