Ancaman Kesehatan dari Limbah Plastik Pabrik Tahu Sidoarjo

Kangster

No comments
Pabrik Tahu di Surabaya Gunakan Sampah Plastik untuk Bahan Bakar Menggoreng Tahu (YouTube/Andrew Fraser)

Tintanarasi.com, Sidoarjo – Di Desa Tropodo, Sidoarjo, aktivitas industri tahu yang telah berlangsung puluhan tahun kini menimbulkan keresahan besar.

Sekitar 60 pabrik tahu di kawasan itu terbukti masih menggunakan limbah plastik sebagai bahan bakar utama, meski praktik tersebut telah lama dilarang.

Menurut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sidoarjo, pembakaran sampah plastik ini telah berlangsung selama lebih dari dua dekade, menggantikan kayu demi menekan biaya produksi.

Bahan yang dibakar bukan hanya kantong plastik, tetapi juga limbah karet, styrofoam, sepatu, helm, hingga PVC—semua menghasilkan asap hitam pekat yang menyelimuti desa setiap hari.

Kepala DLH Sidoarjo, Bahrul Amiq, pada Jumat (9/5/2025) menyatakan bahwa konsentrasi partikel PM2.5 di Dusun Klagen, salah satu area padat pabrik, telah melampaui ambang batas aman.

“Asap yang dihasilkan berbahaya. Risiko paparannya tinggi. Kami sedang mendorong konversi ke bahan bakar ramah lingkungan,” ujarnya.

Namun tantangan terbesar datang dari biaya. Kayu dinilai terlalu mahal oleh para pelaku industri. “Satu truk plastik hanya Rp200 ribu, sementara kayu bisa sampai Rp2 juta,” kata Wahyuni, pemilik pabrik.

Akibatnya, limbah plastik tetap menjadi pilihan utama, termasuk yang diduga berasal dari luar negeri.

Laporan investigatif dari media internasional The Guardian dan dokumenter YouTube oleh Andrew Fraser mengungkap bahwa plastik bekas dari Australia, Jepang, AS, Inggris, hingga Prancis ikut dibakar di sini.

Bahkan, dalam dokumenter berjudul “Indonesia’s TOXIC TOFU Timebomb”, Andrew menyebut bahwa tahu diproduksi langsung di atas api plastik terbuka, tanpa sistem filtrasi.

“Ini seperti neraka kecil. Asapnya menyengat dan membahayakan,” ujar Andrew dalam video berdurasi 22 menit itu.

Dampaknya bukan hanya udara. Penelitian oleh Ecoton dan Nexus3 Foundation menemukan bahwa tahu yang dihasilkan di Tropodo terkontaminasi mikroplastik dan dioksin.

Mikroplastik berukuran 0,15 mm hingga 1,76 mm ditemukan dalam tahu yang dijual di pasar lokal. Bahkan satu butir telur ayam kampung dari sekitar pabrik mengandung dioksin 70 kali lipat dari batas aman yang ditetapkan Uni Eropa.

“Pembakaran limbah plastik bisa melepaskan PBDEs, SCCPs, PFAS, dan dioksin, yang semuanya bersifat karsinogenik,” kata Dr. Dion Haryadi.

Ia mengingatkan bahwa balita, ibu hamil, dan warga sekitar adalah kelompok paling rentan. Data dari Puskesmas Krian menunjukkan peningkatan kasus ISPA dan gangguan pernapasan di wilayah Tropodo.

Pemerintah daerah telah menerbitkan surat edaran larangan pembakaran limbah, namun implementasinya masih lemah.

Bupati Sidoarjo, Subandi, menyatakan tengah menjajaki dukungan CSR dan subsidi bahan bakar alternatif seperti wood pallet dan tungku baru. Namun belum ada kepastian waktu atau mekanisme distribusi.

Ironisnya, meski bahaya jelas terlihat dan diketahui luas hingga mancanegara, industri tahu di Tropodo tetap beroperasi seperti biasa.

Sebagian menyebut ini sebagai “kolonialisme sampah”, karena negara-negara maju mengekspor limbahnya ke negara berkembang seperti Indonesia, lalu rakyat kecil yang menanggung akibatnya.

Kangster

Pengangguran dadakan yang lagi nyari kerja di Jepang. Mimpi jadi karyawan kantoran ala anime sambil ngejar deadline. Kalau lagi nggak sibuk ngoding, pasti lagi baca novel detektif sambil ngebayangin jadi Sherlock Holmes versi Indonesia. Oh iya, NewJeans Never Die!

Share:

Related Post

Leave a Comment