Tintanarasi.com, Internasional – Indonesia berhasil meraih pencapaian diplomasi ekonomi yang mengagumkan dengan berhasil menegosiasikan penurunan tarif impor dari Amerika Serikat.
Dalam perjalanan yang panjang dan penuh tantangan, tarif yang awalnya mengancam sebesar 32% berhasil ditekan menjadi 19% melalui negosiasi intensif yang melibatkan langsung Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Donald Trump.
Kebijakan tarif Trump dimulai dengan pengumuman dramatis yang disebutnya sebagai “Hari Pembebasan” pada Rabu (2/4/2025).
Dalam pidato yang disampaikan di Rose Garden Gedung Putih, Trump mengumumkan penerapan tarif impor universal sebesar 10% untuk semua negara, serta tarif khusus yang lebih tinggi untuk negara-negara tertentu.
Indonesia berada di urutan kedelapan dalam daftar negara yang terkena tarif khusus, dengan besaran 32%.
Kebijakan ini terbagi menjadi dua fase implementasi yang sangat jelas. Tarif universal 10% mulai berlaku pada Sabtu (5/4/2025) pukul 00.01 waktu Amerika Serikat, sementara tarif khusus untuk negara-negara tertentu termasuk Indonesia diberlakukan mulai Rabu (9/4/2025) pukul 00.01 waktu Amerika Serikat.
Trump menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan respons terhadap defisit perdagangan yang dianggap merugikan Amerika Serikat.
Menghadapi ancaman tarif yang mengancam ekspor Indonesia, pemerintah segera merespons dengan langkah diplomasi yang terstruktur.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ditunjuk memimpin tim delegasi negosiasi ke Washington DC.
Pada bulan April 2025, tim delegasi Indonesia menyampaikan proposal komprehensif yang mencakup berbagai aspek kerjasama ekonomi bilateral.
Tim delegasi yang dipimpin Airlangga Hartarto berhasil menyampaikan penawaran yang mendapat apresiasi dari pihak Amerika Serikat.
Dalam laporan yang disampaikan pada April 2025, Airlangga menyatakan bahwa surat yang disampaikan Indonesia pada tanggal 7 dan 9 April mendapat apresiasi dari Amerika karena bersifat komprehensif, tidak hanya membahas tarif tetapi juga non-tarif dan rencana penyeimbangan neraca perdagangan.
Selama periode negosiasi yang berlangsung sekitar tiga bulan, Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk menyelesaikan perundingan dalam waktu 60 hari.
Kerangka perjanjian yang disepakati mencakup kemitraan perdagangan investasi, kemitraan mineral penting, dan reliabilitas koridor rantai pasok yang memiliki resiliensi tinggi.
Dalam proses negosiasi, Indonesia menawarkan berbagai insentif strategis untuk menarik minat Amerika Serikat. Penawaran tersebut meliputi peningkatan pembelian energi dari AS berupa LPG, crude oil, dan gasolin. Indonesia juga berkomitmen meningkatkan impor produk agrikultur seperti gandum, kacang kedelai, dan soya bean milk.
Selain itu, Indonesia menawarkan fasilitas bagi perusahaan-perusahaan Amerika yang beroperasi di Indonesia dengan berbagai kemudahan perizinan dan insentif.
Pemerintah Indonesia juga menawarkan kerjasama di bidang mineral strategis atau critical mineral yang sangat dibutuhkan Amerika Serikat. Kemudahan prosedur impor untuk produk-produk Amerika termasuk produk hortikultura juga menjadi bagian dari penawaran Indonesia.
Tidak ketinggalan, Indonesia mendorong kerjasama investasi business to business dan penguatan kerjasama pengembangan sumber daya manusia di sektor pendidikan, sains, teknologi, engineering, matematika, dan ekonomi digital.
Dalam perjalanan negosiasi yang berliku, Trump memberikan beberapa kali penundaan implementasi tarif. Awalnya, tarif khusus dijadwalkan berlaku pada 9 Juli 2025, namun kemudian diperpanjang hingga 1 Agustus 2025. Penundaan ini memberikan ruang tambahan bagi Indonesia untuk melanjutkan upaya diplomasi dan negosiasi.
Pada Juni 2025, terdapat perkembangan positif ketika pemerintah Amerika Serikat menganggap dokumen negosiasi yang diserahkan Indonesia sudah sesuai dengan keinginan pemerintahan Trump.
Airlangga Hartarto menyatakan bahwa rencana negosiasi putaran kedua yang dijadwalkan pada pekan tersebut tidak jadi dibutuhkan karena dokumen yang dikirim Indonesia sudah memenuhi persyaratan.
Pada Senin (7/7/2025), Trump mengirimkan surat resmi kepada Presiden Prabowo Subianto yang memastikan pemberlakuan tarif 32% untuk semua produk Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat mulai 1 Agustus 2025.
Surat yang diunggah Trump di akun Truth Social tersebut menegaskan bahwa tarif tidak berubah dari pengumuman awal pada April 2025.
Dalam surat tersebut, Trump menyatakan bahwa tarif 32% masih tergolong rendah dibandingkan dengan jumlah yang diperlukan untuk menyeimbangkan defisit perdagangan dengan Indonesia.
Trump juga memberikan peringatan bahwa tarif akan ditingkatkan jika Indonesia mengambil tindakan balasan.
Menariknya, Trump menyebutkan bahwa tidak akan ada tarif bila Indonesia atau perusahaan di Indonesia memutuskan untuk membangun atau memproduksi produk di Amerika Serikat.
Titik balik dalam negosiasi terjadi ketika Presiden Prabowo Subianto melakukan komunikasi langsung dengan Presiden Donald Trump. Prabowo kemudian mengungkapkan bahwa proses negosiasi tersebut berjalan dengan sangat alot dan menantang.
“Saya bicara dengan Presiden Donald Trump, ya Alhamdulillah juga berunding dengan alot. Akhirnya ada kesepakatan,” ujar Prabowo di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma pada Rabu (16/7/2025).
Prabowo menyebut Trump sebagai “seorang negosiator yang cukup keras” yang membuat proses perundingan tidak berjalan mudah.
Namun, komunikasi personal level kepala negara ini terbukti efektif dalam mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Prabowo menjelaskan bahwa dalam negosiasi tersebut, kedua pihak saling memahami kepentingan masing-masing.
Pada Selasa (15/7/2025) waktu Amerika Serikat, Trump mengumumkan melalui akun Truth Social bahwa kesepakatan besar telah dicapai dengan Indonesia.
Trump menyatakan bahwa kesepakatan tersebut merupakan hasil dari komunikasi langsung dengan Presiden Indonesia yang sangat dihormati. Meski tidak menyebut nama Prabowo Subianto secara eksplisit, Trump memberikan pujian tinggi terhadap kepemimpinan Indonesia.
Beberapa jam setelah pengumuman awal, Trump memberikan detail yang lebih spesifik mengenai kesepakatan yang dicapai. Tarif impor yang awalnya 32% berhasil ditekan menjadi 19% untuk semua produk Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat.
Di sisi lain, produk-produk asal Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia akan mendapat perlakuan bebas tarif atau 0%.
Kesepakatan yang dicapai meliputi berbagai aspek yang saling menguntungkan. Indonesia berkomitmen untuk membeli energi Amerika Serikat senilai US$15 miliar, yang setara dengan sekitar Rp244 triliun.
Komitmen pembelian produk pertanian Amerika Serikat mencapai US$4,5 miliar atau sekitar Rp73 triliun. Selain itu, Indonesia juga menyepakati pembelian 50 pesawat Boeing, sebagian besar bertipe Boeing 777.
Trump menegaskan bahwa kesepakatan ini memberikan Amerika Serikat akses penuh ke pasar Indonesia untuk pertama kalinya dalam sejarah. Hal ini berarti petani, peternak, dan nelayan Amerika akan memiliki akses lengkap ke pasar Indonesia yang berpenduduk lebih dari 280 juta orang.
Trump juga menyebutkan bahwa Indonesia memiliki tembaga berkualitas tinggi yang akan dimanfaatkan oleh Amerika Serikat.
Keberhasilan Indonesia dalam negosiasi tarif menjadi lebih istimewa ketika dibandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia menjadi negara keempat yang berhasil mencapai kesepakatan tarif dengan Amerika Serikat setelah China, Inggris, dan Vietnam.
Tarif 19% yang diperoleh Indonesia bahkan lebih rendah dibandingkan Vietnam yang mendapat tarif 20%.
Kesepakatan dengan China melibatkan tarif sebesar 55% untuk barang-barang China dan 10% untuk produk Amerika. Sementara itu, Inggris berhasil mendapat keringanan tarif untuk sektor otomotif dari 27,5% menjadi 10%, serta pencabutan tarif 10% untuk mesin dan suku cadang pesawat.
Vietnam yang awalnya menghadapi tarif 46% berhasil menegosiasikan tarif menjadi 20% dengan komitmen memberikan akses penuh pasar kepada Amerika Serikat.
Keberhasilan Indonesia dalam mencapai tarif yang lebih rendah dari negara-negara lain menunjukkan efektivitas strategi negosiasi yang diterapkan. Peneliti CSIS Dandy Rafitrandi menilai bahwa penawaran Indonesia lebih konkret dibandingkan negara lain.
Meskipun ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sekitar US$13 miliar, Indonesia mampu menawarkan paket yang menarik bagi kepentingan Amerika Serikat.
Berbeda dengan penawaran Vietnam yang dinilai lebih fokus pada penurunan defisit perdagangan, Indonesia menawarkan pendekatan yang lebih komprehensif.
Strategi Indonesia mencakup tidak hanya aspek perdagangan tetapi juga investasi, kerjasama strategis, dan pembukaan akses pasar yang lebih luas. Pendekatan ini terbukti efektif dalam menarik perhatian dan minat pemerintahan Trump.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyatakan bahwa penurunan tarif dari 32% menjadi 19% merupakan kemajuan yang tidak bisa dianggap kecil.
Penurunan sebesar 13% ini diperoleh melalui perjuangan luar biasa dari tim negosiasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan komunikasi langsung Presiden Prabowo dengan Trump.
Hasan Nasbi menjelaskan bahwa Indonesia kini menjadi negara dengan tarif impor Trump terendah dibandingkan negara ASEAN lain. Pencapaian ini dianggap sebagai hasil negosiasi yang luar biasa yang tidak bisa dianggap sebagai keberhasilan kecil.
Pemerintah berencana memberikan keterangan resmi yang lebih detail setelah Presiden Prabowo kembali ke tanah air.
Meskipun berhasil mencapai penurunan tarif, beberapa ekonom memberikan perspektif kritis terhadap kesepakatan yang dicapai. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai bahwa hasil negosiasi tetap merugikan posisi Indonesia.
Tarif 19% untuk ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sementara Amerika Serikat mendapat fasilitas 0% dinilai memiliki risiko tinggi bagi neraca perdagangan Indonesia.
Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi menyebut bahwa kesepakatan dagang ini menempatkan Indonesia dalam posisi yang timpang.
Ketika barang impor menjadi lebih murah karena bebas tarif, pelaku usaha lokal akan menghadapi tekanan besar dan ruang industrialisasi nasional semakin menyempit. Kondisi ini berpotensi menyebabkan risiko defisit perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Amerika Serikat.
Kesepakatan tarif ini akan memberikan dampak yang beragam terhadap berbagai sektor industri di Indonesia. Sektor yang padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur diperkirakan akan mendapat keuntungan dari tarif yang lebih rendah.
Produk-produk seperti minyak kelapa sawit (CPO) dan karet juga akan lebih kompetitif di pasar Amerika Serikat.
Di sisi lain, sektor-sektor yang akan menghadapi persaingan ketat dari produk Amerika Serikat adalah minyak dan gas, produk elektronik, suku cadang pesawat, serealia, dan produk farmasi.
Sepanjang 2024, total impor lima jenis produk ini mencapai US$5,37 miliar atau setara Rp87,3 triliun. Peningkatan impor produk-produk ini dapat memberikan tekanan pada industri domestik yang sejenis.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa meskipun berhasil mencapai penurunan tarif menjadi 19%, Indonesia akan terus melakukan negosiasi untuk mencapai kondisi yang lebih baik.
“Ya kalau puas ya 0%,” ujar Prabowo ketika ditanya tentang kepuasan terhadap hasil negosiasi.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia memandang kesepakatan ini sebagai langkah awal yang akan terus diperjuangkan.
Prabowo juga menjelaskan bahwa kesepakatan yang dicapai tidak merugikan Indonesia karena komoditas yang dibeli dari Amerika Serikat seperti BBM, gas, gandum, dan kedelai memang merupakan kebutuhan yang harus diimpor.
Dengan demikian, komitmen pembelian tersebut sejalan dengan kebutuhan nyata Indonesia. Pembukaan pasar Indonesia untuk produk Amerika Serikat juga sudah masuk dalam perhitungan selama negosiasi.
Meskipun kesepakatan telah dicapai, masih terdapat berbagai aspek yang perlu diklarifikasi dan diimplementasikan.
Belum ada jadwal pasti kapan tarif 19% akan mulai berlaku untuk Indonesia. Periode implementasi berbagai komitmen pembelian yang dijanjikan Indonesia juga belum disebutkan secara spesifik.
Hal ini menunjukkan bahwa masih diperlukan koordinasi lanjutan antara kedua negara untuk memastikan implementasi yang efektif.
Pemerintah Indonesia perlu melakukan monitoring ketat terhadap implementasi kesepakatan ini untuk memastikan bahwa komitmen yang dibuat dapat terealisasi sesuai dengan kemampuan dan kepentingan nasional.
Selain itu, diperlukan strategi mitigasi untuk mengantisipasi dampak negatif yang mungkin timbul dari implementasi kesepakatan ini.
Pengalaman negosiasi tarif dengan Amerika Serikat memberikan pembelajaran berharga bagi diplomasi ekonomi Indonesia.
Keberhasilan ini menunjukkan pentingnya komunikasi personal level kepala negara dalam mencapai terobosan diplomasi yang sulit dicapai melalui jalur konvensional.
Kemampuan Presiden Prabowo dalam berkomunikasi langsung dengan Trump terbukti menjadi faktor kunci keberhasilan negosiasi.
Strategi negosiasi yang komprehensif dan konkret juga terbukti efektif dalam menarik perhatian pihak Amerika Serikat. Penawaran yang tidak hanya mencakup aspek tarif tetapi juga investasi, kerjasama strategis, dan pembukaan akses pasar memberikan nilai tambah yang signifikan.
Pendekatan ini dapat dijadikan model untuk negosiasi serupa dengan negara-negara lain di masa depan.
Kesuksesan Indonesia dalam mencapai tarif yang lebih rendah dibandingkan negara-negara lain menunjukkan bahwa dengan strategi yang tepat dan eksekusi yang baik, Indonesia mampu bersaing dalam arena diplomasi ekonomi global.
Pencapaian ini memberikan kepercayaan diri bagi Indonesia untuk terus memperjuangkan kepentingan nasional dalam berbagai forum internasional.
Leave a Comment