Tintanarasi.com, Internasional – Lembaga penyiaran nasional Malaysia, Radio Televisyen Malaysia (RTM), kembali menjadi sorotan publik usai melakukan kesalahan fatal dalam siaran langsung Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 ASEAN yang digelar di Pusat Konvensi Kuala Lumpur (KLCC), Minggu (26/10/2025).
Dalam momen penyambutan para kepala negara, komentator RTM keliru menyebut nama Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto sebagai Joko Widodo (Jokowi).
Padahal, masa jabatan Jokowi telah berakhir pada Oktober 2024, sementara Prabowo telah resmi menjabat sebagai Presiden ke-8 Indonesia sejak (20/10/2024).
Kesalahan itu terjadi saat siaran langsung di mana para pemimpin ASEAN satu per satu disambut oleh Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim.
Ketika giliran Indonesia tiba, komentator justru menyebut “Yang terhormat Presiden Indonesia Joko Widodo,” yang kemudian menjadi viral di media sosial dan menimbulkan reaksi publik dari berbagai negara.
Tidak lama berselang, RTM langsung mengeluarkan permohonan maaf resmi melalui keterangan tertulis.
Dalam pernyataannya, Departemen Penyiaran Malaysia menyebut bahwa kekeliruan tersebut murni disebabkan oleh kelalaian komentator dan menegaskan bahwa langkah penindakan internal telah diambil.
“Departemen Penyiaran Malaysia menyampaikan permohonan maaf yang tulus kepada Presiden dan Pemerintah Republik Indonesia atas kesalahan yang terjadi selama siaran langsung RTM dalam KTT ke-47 ASEAN,” tulis RTM dalam pernyataannya.
Selain Prabowo, ternyata dua pemimpin negara lain juga mengalami kesalahan serupa.
Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong disebut sebagai Lee Hsien Loong, sementara Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul dipanggil dengan nama Srettha Thavisin, mantan PM yang sudah tidak menjabat.
Kesalahan tersebut memicu reaksi keras di Malaysia sendiri.
Anggota Parlemen dari Partai Perikatan Nasional, Datuk Wan Saifulruddin bin Wan Jan, mengkritik keras Kementerian Komunikasi Malaysia atas keteledoran itu dalam sidang Dewan Rakyat pada Senin (27/10/2025).
“Ini sangat memalukan. Nama pemimpin negara yang datang harus diperiksa dengan benar. Kesalahan seperti ini membuat seluruh dunia melihat kelemahan kita,” ujarnya dalam sidang yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Parlemen Malaysia, seperti dikutip dari Kompas.
Ia juga menuntut agar kementerian memperketat pengawasan terhadap lembaga penyiaran publik agar tidak ada lagi kesalahan serupa yang merugikan citra negara di mata dunia.
Pengamat hubungan internasional dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Faruq Arjuna Hendroy, menilai kesalahan tersebut mencoreng profesionalisme lembaga penyiaran nasional dan bisa memengaruhi citra diplomatik Malaysia.
“Dalam forum internasional seperti KTT ASEAN, kesalahan kecil seperti salah sebut nama kepala negara bisa berdampak pada persepsi publik dan menurunkan kredibilitas sebagai tuan rumah,” jelasnya pada Sabtu (1/11/2025).
Faruq mengingatkan bahwa Malaysia pernah mengalami hal serupa, salah satunya pada SEA Games 2017, ketika bendera Indonesia dicetak terbalik menjadi bendera Polandia.
Namun ia optimistis insiden kali ini tidak akan menimbulkan ketegangan diplomatik karena hubungan Indonesia dan Malaysia selama ini tetap harmonis.
“Kemungkinan besar insiden ini akan diselesaikan secara damai. Kedua negara sudah terbiasa menghadapi dinamika kecil seperti ini tanpa menimbulkan konflik besar,” pungkasnya.








Leave a Comment