Bahlil Tinjau Pulau Gag, Warga Minta Tambang Tetap Berjalan

Kangster

No comments
Foto: Antaranews

Tintanarasi.com, Nasional – Polemik seputar operasi tambang nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, kembali mencuat menyusul keputusan pemerintah menangguhkan sementara aktivitas PT Gag Nikel per Rabu (05/06/2025).

Penangguhan ini dilakukan demi evaluasi lebih lanjut atas dampak lingkungan, di tengah suara publik yang terbelah antara kepentingan ekonomi dan kelestarian alam.

Bupati Raja Ampat, Orideko Iriano Burdam, menyatakan sebagian besar warga Pulau Gag justru menolak penutupan tambang.

Ia mengungkapkan bahwa masyarakat setempat mengandalkan sektor tambang sebagai sumber utama penghidupan.

Dari sekitar 700–900 jiwa penduduk, hampir sepertiganya terlibat langsung dalam aktivitas pertambangan, sementara sisanya mendapat manfaat dari program-program perusahaan seperti bantuan alat tangkap, bibit tanaman, hingga infrastruktur desa.

“Saya sudah turun langsung bersama Menteri ESDM dan Gubernur Papua Barat Daya, dan kami tidak menemukan tanda-tanda pencemaran lingkungan.

Air laut masih jernih, tangkapan ikan tidak menurun,” ujar Orideko saat memberikan keterangan di Sorong pada Senin (09/06/2025). Ia juga menyampaikan aspirasi warga kepada Menteri Investasi Bahlil Lahadalia agar tambang tidak ditutup.

Nelayan lokal seperti Fathah Abanovo turut menyuarakan hal serupa. Menurutnya, sejak ia kecil, kondisi laut Pulau Gag tidak mengalami perubahan mencolok.

“Air tetap jernih, ikan-ikan karang tetap sehat dan aman dikonsumsi,” ujarnya.

PT Gag Nikel, anak usaha dari PT Aneka Tambang (Antam), juga menegaskan komitmennya terhadap praktik pertambangan berkelanjutan.

Mereka mengklaim telah melakukan reklamasi lahan, menanam ribuan pohon, serta menjalankan program rehabilitasi pesisir seperti penanaman mangrove dan transplantasi terumbu karang.

Namun di sisi lain, kekhawatiran akan dampak lingkungan tetap mencuat. Organisasi lingkungan seperti Greenpeace mencatat adanya pembukaan lahan hutan tropis seluas lebih dari 500 hektare di beberapa pulau, termasuk Pulau Gag.

Aktivitas tersebut dinilai bisa memicu sedimentasi berat yang mengancam kelangsungan terumbu karang, habitat biota laut, dan daya tarik wisata alam Raja Ampat yang mendunia.

Aktivis lingkungan dan masyarakat adat dari pulau lain seperti Kawe dan Batang Pele menyerukan pencabutan izin tambang secara permanen.

Mereka menekankan pentingnya menjaga warisan ekologis untuk generasi mendatang, seraya mengingatkan bahwa laut adalah bagian tak terpisahkan dari identitas dan kehidupan mereka.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa hanya tiga dari lima perusahaan tambang yang beroperasi di Raja Ampat terindikasi melakukan pelanggaran berat—dan PT Gag Nikel tidak termasuk di antaranya.

Ketiga perusahaan yang bermasalah telah dikenai sanksi penghentian sementara.

Ia juga menambahkan, walau PT Gag Nikel memegang izin operasi resmi sejak 2017, dan kontrak karya sejak 1998, pemerintah tetap akan meninjau kembali aspek legalitas operasi tambang di pulau kecil mengacu pada putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang melarang pertambangan di kawasan konservasi dan pulau kecil.

“Prinsip keadilan lintas generasi harus dijaga. Bila ditemukan kerusakan yang tak bisa dipulihkan, kami tidak segan mencabut izin operasi tambang,” tegas Hanif.

Sementara itu, sektor pariwisata di Raja Ampat masih berjalan normal. Pemerintah daerah menyerukan agar seluruh pihak menjaga citra Raja Ampat dengan tidak menyebarkan informasi yang belum diverifikasi, serta mengajak semua pihak untuk bersama-sama merawat keindahan alamnya.

Kangster

Pengangguran dadakan yang lagi nyari kerja di Jepang. Mimpi jadi karyawan kantoran ala anime sambil ngejar deadline. Kalau lagi nggak sibuk ngoding, pasti lagi baca novel detektif sambil ngebayangin jadi Sherlock Holmes versi Indonesia. Oh iya, NewJeans Never Die!

Share:

Related Post

Leave a Comment