Jakarta, 26 Juni 2025 – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyoroti maraknya isu jual beli pulau-pulau kecil di Indonesia yang ditawarkan melalui situs daring asing, seperti Private Islands Online. Isu ini kembali mencuat setelah empat pulau di Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau, yaitu Pulau Ritan, Tokongsendok, Nakok, dan Mala, serta Pulau Panjang di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), dilaporkan dijual secara daring. DPR menilai praktik ini ilegal dan mengancam kedaulatan negara.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, meminta pemerintah segera mengevaluasi administrasi pencatatan pulau-pulau di Indonesia untuk mencegah penyalahgunaan. “Kami meminta pengelolaan dan penataan administrasi yang jelas untuk memitigasi penyalahgunaan pulau-pulau di Indonesia. DPR telah berkoordinasi dengan pemerintah untuk menata ulang pengelolaan pulau,” ujar Puan usai Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/6/2025). Ia menegaskan bahwa DPR akan mengawal isu ini melalui komisi-komisi terkait untuk memperkuat pengawasan dan regulasi.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf Macan Effendi, mendesak pemerintah memanggil pengelola situs Private Islands Online untuk mengklarifikasi status iklan penjualan pulau. “Jangan hanya ramai di DPR, tapi pengelola situs tidak pernah dipanggil,” tegasnya. Ia menyoroti kasus di Anambas dan menegaskan bahwa pulau-pulau Indonesia dilarang diperjualbelikan kepada pihak asing, kecuali untuk hak guna bangunan (HGB) atau hak guna usaha (HGU) dengan batasan ketat.
Anggota Komisi IV DPR, Johan Rosihan, menyebut penjualan Pulau Panjang di NTB melalui situs daring sebagai tindakan ilegal yang melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU Nomor 1 Tahun 2014. Ia meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) segera memverifikasi informasi tersebut dan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri serta otoritas digital untuk menghapus iklan tersebut. “Praktik ini mengancam kedaulatan negara. Pemerintah harus bertindak cepat,” ujarnya.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan bahwa tidak ada regulasi yang memperbolehkan penjualan pulau secara utuh. Menurutnya, Pulau Panjang termasuk kawasan hutan konservasi dan tidak memiliki sertifikat kepemilikan, sehingga tidak dapat diperjualbelikan. “Paling banyak 70% luas pulau dapat dimanfaatkan untuk usaha dengan izin resmi, sementara 30% harus dikuasai negara untuk konservasi,” jelas Nusron, merujuk Peraturan Menteri KP Nomor 10 Tahun 2024.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) saat ini sedang memproses pemblokiran situs-situs yang memasarkan pulau-pulau Indonesia. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menyatakan bahwa pihaknya telah mengidentifikasi beberapa situs yang menawarkan penjualan atau penyewaan pulau dan akan mengambil langkah tegas.
Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, menyatakan keprihatinannya atas maraknya isu ini dan menegaskan bahwa Komisi II akan memanggil Menteri ATR/BPN Nusron Wahid pada Senin mendatang untuk membahas polemik ini, termasuk kasus di Anambas. “Praktik ini harus dihentikan karena menyangkut kedaulatan negara,” katanya.
Isu jual beli pulau bukanlah hal baru. Sejak 2018, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mencatat lebih dari 100 kasus privatisasi pulau oleh perusahaan, termasuk Pulau Ajab di Bintan, Pulau Gili Nanggu di Lombok, dan tiga pulau di Kepulauan Mentawai. Pemerintah diminta meningkatkan literasi kepulauan dan memperketat pengawasan untuk mencegah praktik ilegal ini.
Sumber: Pernyataan DPR RI, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Komdigi, KKP, dan laporan media
Leave a Comment