Tintanarasi.com, Nasional – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, jagat media sosial diramaikan oleh tren tak biasa: pengibaran bendera bajak laut dari semesta One Piece di berbagai penjuru tanah air.
Simbol tengkorak bertopi jerami yang ikonik itu tak hanya muncul di rumah-rumah warga, namun juga terlihat di kendaraan, lapak kaki lima, hingga saat aksi massa berlangsung.
Simbol tersebut berasal dari karya fiksi One Piece buatan Eiichiro Oda, dan dikenal sebagai Jolly Roger—lambang para bajak laut dalam cerita.
Namun dalam konteks Indonesia, bendera ini seolah menjelma menjadi simbol perlawanan terhadap ketimpangan sosial, ketidakadilan, hingga bentuk ekspresi kebebasan yang melintasi batas fiksi.
Tidak sedikit masyarakat mengibarkan bendera ini bersanding dengan Merah Putih sebagai bentuk kritik terhadap situasi politik dan ekonomi terkini.
Beberapa warga bahkan menyatakan bahwa “Merah Putih terlalu suci untuk negeri yang rusak,” menandakan rasa kecewa terhadap kebijakan pemerintah.
Di X (dulu Twitter), pengguna dengan nama @Anak__Ogi menuliskan, “Merah putih di atas, one piece di bawah. Tetap cinta dengan negaranya, tapi tidak dengan pemerintahnya”.
Unggahan-unggahan seperti ini banyak bermunculan dan viral menjelang Hari Kemerdekaan, Sabtu (17/08/2025).
Tak hanya dari dalam negeri, fenomena ini menarik perhatian warganet internasional.
Akun-akun anime populer seperti Today Anime News dan Anime Tweets mengunggah perkembangan tersebut dengan nada keheranan sekaligus dukungan.
Salah satu unggahan menyebut, “People across Indonesia are using the One Piece flag to protest against the government,” yang telah disebar ribuan kali.
Namun tak semua pihak memandang tren ini secara positif. Wakil Ketua Fraksi Golkar di MPR, Firman Soebagyo, mengecam keras aksi tersebut.
Ia menilai pengibaran bendera anime Jepang ini sebagai provokasi yang bisa mengarah pada tindakan makar.
“Ini harus ditindak tegas,” ujarnya, Minggu (3/08/2025).
Pernyataan Firman dikontraskan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, yang memandang fenomena ini sebagai bentuk ekspresi sah dalam negara demokrasi.
“Mengibarkan bendera organisasi juga biasa saja. Selama tidak melanggar konstitusi, saya rasa tak ada masalah,” katanya saat kunjungan kerja di Mataram.
Senada, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad juga meminta agar masyarakat tidak membenturkan simbol fiksi ini dengan lambang negara.
Ia mengingatkan bahwa Jolly Roger dari One Piece adalah bagian dari budaya populer, bukan simbol separatisme.
Bahkan, ia menyebut salah satu stafnya merupakan penggemar berat One Piece, atau biasa disebut “Nakama”.
Fenomena ini semakin menyedot perhatian publik karena Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sempat mengenakan pin bendera Bajak Laut Topi Jerami saat debat Pilpres keempat di JCC Senayan pada Minggu (21/01/2024).
Aksi itu kini dikaitkan sebagai bentuk ‘restu tak langsung’ terhadap simbol tersebut.
Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pemerintah tidak melarang pengibaran bendera One Piece selama tidak dimaksudkan untuk menggantikan Merah Putih atau memprovokasi masyarakat.
Namun ia mengingatkan bahwa penggunaan simbol selain bendera negara di hari sakral harus tetap menjunjung kesakralan perayaan kemerdekaan.
Simbol Jolly Roger sendiri dalam dunia One Piece punya makna yang jauh dari sekadar lambang bajak laut.
Ia adalah simbol kehormatan, persaudaraan, dan perjuangan melawan ketidakadilan.
Misalnya, kru Bajak Laut Matahari menutupi bekas budak di tubuh mereka dengan lambang matahari sebagai bentuk pembebasan.
Begitu pula Luffy dan krunya yang konsisten melawan kekuasaan korup di sepanjang petualangannya.
Toei Animation sebagai rumah produksi anime ini menyatakan bahwa simbol tersebut murni fiksi dan tidak mewakili tindakan ilegal atau ancaman nyata apa pun.
“Itu hanya penghormatan terhadap cerita dan karakter dalam One Piece,” tulis akun One Piece Fan Disclaimer yang turut viral.
Diketahui, One Piece adalah seri petualangan yang sudah mengudara sejak 1999 dan menjadi manga terlaris di dunia dengan lebih dari 500 juta kopi terjual.
Cerita ini mengangkat semangat bebas, keadilan, dan impian melawan kekuasaan yang menindas—narasi yang kini digaungkan kembali oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Meski bendera bajak laut ini hanyalah fiksi, ia telah berhasil menciptakan diskusi luas di ruang publik Indonesia.
Apakah ini sekadar tren budaya pop, sinyal protes sosial, atau cerminan keresahan kolektif terhadap realitas yang makin kompleks?
Leave a Comment