Tintanarasi.com, Internasional – Peningkatan kasus COVID-19 kembali terjadi di sejumlah negara Asia Tenggara, dengan Thailand menjadi salah satu yang paling terdampak.
Dalam sebulan terakhir, Negeri Gajah Putih mencatat sekitar 170.000 pasien harus dirawat di rumah sakit akibat infeksi SARS-CoV-2.
Tak hanya itu, data resmi mencatat sebanyak 53 warga Thailand meninggal dunia sepanjang 2025 akibat virus ini.
Assoc Prof Dr Thira Woratanarat, dosen dari Fakultas Kedokteran Universitas Chulalongkorn, mengungkapkan bahwa dalam rentang 18 hingga 24 Mei, COVID-19 menjadi penyebab utama kematian dan penyakit di negara tersebut.
Jumlah penderita COVID-19 bahkan 30 kali lebih tinggi dibanding kasus keracunan makanan, serta 10 kali lebih tinggi daripada influenza.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini tengah memantau dua varian baru yang memicu kekhawatiran global: LP.8.1 dan NB.1.8.1.
Varian NB.1.8.1 yang tersebar di 22 negara disebut memiliki kemampuan untuk menghindari sistem kekebalan tubuh hingga 1,6 kali lebih kuat dibanding varian sebelumnya.
Kondisi yang memburuk juga memaksa sekolah-sekolah di Thailand untuk mengambil tindakan tegas. Salah satunya adalah sekolah Bangkaew di Distrik Bang Phli, Provinsi Samut Prakan, yang menghentikan kegiatan belajar tatap muka mulai Rabu (4/6/2025) hingga Jumat (6/6/2025).
Selama masa penutupan, siswa diminta untuk belajar dari rumah dan menjaga kesehatan, sementara sekolah akan kembali dibuka pada Senin (9/6/2025).
Tak hanya di Thailand, negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura dan Malaysia juga melaporkan peningkatan signifikan kasus baru.
Di Singapura, lebih dari 14.000 kasus tercatat hanya dalam sepekan. Penyebab utama diduga berasal dari mutasi varian LF.7 dan NB.1.8—turunan dari varian JN.1—yang terus menyebar secara masif.
Di Indonesia sendiri, meskipun tren kasus saat ini menurun, Kementerian Kesehatan tetap mengeluarkan surat edaran kewaspadaan menghadapi kemungkinan lonjakan susulan.
Surat Edaran Dirjen P2 Nomor SR.03.01/C/1422/2025 menekankan pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), penggunaan masker saat berada di kerumunan, serta segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan bila muncul gejala infeksi saluran pernapasan.
Varian dominan yang beredar di Indonesia saat ini adalah MB.1.1, dengan tingkat penularan yang relatif lebih rendah dibanding varian lain di kawasan.
Meskipun status COVID-19 telah berubah menjadi endemik di banyak negara, para ahli tetap mengingatkan bahwa virus ini tidak bisa disamakan dengan flu biasa.
Risiko gejala berat dan komplikasi masih sangat mungkin terjadi, terutama bagi kelompok rentan seperti bayi di bawah satu tahun dan lansia.
Situasi ini menjadi pengingat bahwa kewaspadaan tetap diperlukan, termasuk dalam hal vaksinasi, pemantauan varian, dan edukasi publik yang konsisten.
Leave a Comment