Ketika Raja Ampat Tak Lagi Aman dari Eksploitasi

Kangster

No comments

Tintanarasi.com, Nasional – Isu eksploitasi tambang nikel di wilayah timur Indonesia kembali menjadi sorotan publik.

Aktivitas penambangan yang masif di Sulawesi, Maluku Utara, hingga Papua dianggap mengancam ekosistem lingkungan. Salah satu kasus yang mencuat adalah penambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Berdasarkan laporan yang diterima Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terdapat empat perusahaan yang melakukan aktivitas tambang nikel di wilayah Raja Ampat, yakni PT Gag Nikel (GN), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP).

  • PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag dengan izin seluas 6.030,53 hektare.
  • PT ASP membuka tambang seluas 109 hektare di Pulau Manuran, yang luas total pulaunya hanya 743 hektare.
  • PT KSM membuka lahan 89,29 hektare di Pulau Kawe, yang luas pulaunya 4.561 hektare dan masuk kawasan hutan.
  • PT MRP memiliki dua lokasi tambang: 21 hektare di Pulau Manyaifun dan 2.000 hektare di Pulau Batang Pele.

Minggu (8/6/2025), Menteri Lingkungan Hidup menyampaikan bahwa sejumlah pelanggaran lingkungan ditemukan.

Salah satu yang paling menonjol adalah aktivitas tambang milik PT ASP di Pulau Manuran.

Pemerintah telah menyegel lokasi tersebut dan tengah memproses penegakan hukum, termasuk sanksi pidana dan perdata.

“ASP melakukan tambang tanpa manajemen lingkungan yang layak, menyebabkan pencemaran laut dan peningkatan kekeruhan air di pantai,” ujarnya.

Dokumen lingkungan milik ASP diketahui masih diterbitkan oleh pemerintah daerah, dan akan direview kembali karena terjadi pencemaran serius.

PT KSM juga ditemukan melakukan pembukaan lahan di luar izin pinjam pakai kawasan hutan.

Sementara PT MRP hanya memiliki IUP dan belum memiliki dokumen lingkungan sama sekali. Kegiatan kedua perusahaan ini telah dihentikan oleh KLHK.

“Seluruh persetujuan lingkungan di Raja Ampat akan ditinjau ulang karena wilayahnya merupakan pulau kecil, sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,” tegasnya.

Sementara itu, PT Gag Nikel termasuk ke dalam 13 perusahaan yang diperbolehkan melanjutkan kontrak karya di kawasan hutan hingga masa izin berakhir, sesuai Keppres 41/2004. Seluruh dokumen perizinan dan persetujuan lingkungan perusahaan tersebut telah lengkap.

Meskipun PT Gag Nikel dinilai relatif mematuhi kaidah lingkungan, tetap ada indikasi dampak ekologis seperti sedimentasi yang menutupi permukaan terumbu karang. Hal ini menjadi perhatian khusus karena seluruh pulau di Raja Ampat dikelilingi ekosistem koral yang sangat penting.

Senin (9/6/2025), Wakil Ketua MPR menyampaikan agar masyarakat tidak mudah terpancing oleh provokasi pihak asing terkait isu tambang nikel di Raja Ampat.

Ia menegaskan pentingnya mengumpulkan data akurat sebelum menyimpulkan pelanggaran lingkungan.

“Kita harus hati-hati terhadap intervensi LSM asing yang bisa memicu reaksi masyarakat padahal datanya belum lengkap,” ujarnya.

Ia juga mendukung agar perusahaan tambang yang terbukti merusak lingkungan diberikan sanksi tegas, termasuk pencabutan izin permanen, pidana penjara, serta kewajiban ganti rugi terhadap kerusakan yang ditimbulkan.

“Raja Ampat adalah anugerah Tuhan untuk bangsa Indonesia dan harus dijaga dengan serius,” tambahnya.

Dari pihak perusahaan, Plt Direktur PT Gag Nikel menyatakan bahwa pihaknya siap mematuhi keputusan penghentian sementara dari Kementerian ESDM dan akan menyerahkan seluruh dokumen yang dibutuhkan untuk proses konfirmasi.

Kangster

Pengangguran dadakan yang lagi nyari kerja di Jepang. Mimpi jadi karyawan kantoran ala anime sambil ngejar deadline. Kalau lagi nggak sibuk ngoding, pasti lagi baca novel detektif sambil ngebayangin jadi Sherlock Holmes versi Indonesia. Oh iya, NewJeans Never Die!

Share:

Related Post

Leave a Comment