Tintanrasi.com, Ragam – Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, menjadi kelompok populasi terbesar di Indonesia berdasarkan Sensus 2020 dengan proporsi 27,94%.
Tumbuh dalam era digital, generasi ini memiliki karakteristik yang unik dan sering kali menjadi perbincangan publik, baik dalam hal potensi maupun tantangan yang mereka hadapi.
Namun, tidak sedikit pula stigma yang melekat pada mereka, terutama dari generasi sebelumnya yang memiliki pola pikir dan cara hidup berbeda.
Sebuah penelitian dari Intelligent.com mengungkapkan bahwa 75% perusahaan tidak puas dengan kinerja Generasi Z.
Salah satu alasan utama adalah anggapan bahwa mereka memiliki keterbatasan dalam kemampuan komunikasi dan profesionalisme di tempat kerja.
Selain itu, mereka juga sering kali dicap sebagai generasi yang rapuh, mudah menyerah, serta lebih memilih cara instan dalam mencapai kesuksesan.
Namun, stigma ini sebenarnya tidak sepenuhnya menggambarkan realitas yang ada.
Gen Z bukan kelompok yang homogen, melainkan beragam dalam karakter dan kebiasaan. Kesalahpahaman ini terjadi akibat kesenjangan generasi yang semakin lebar.
Generasi sebelumnya, seperti Milenial, Generasi X, dan Baby Boomers, tumbuh di lingkungan yang lebih terbatas secara sosial dan budaya, sedangkan Gen Z lahir di era teknologi yang memungkinkan mereka terhubung secara global sejak usia dini.
Berbeda dengan generasi terdahulu yang memiliki pola pikir lebih statis dan berfokus pada tradisi, Gen Z melihat dunia sebagai tempat yang dinamis, cepat berubah, dan penuh peluang baru.
Mereka lebih adaptif terhadap perubahan dan memiliki pandangan hidup yang lebih fleksibel.
Perbedaan sudut pandang inilah yang sering kali memicu ketegangan antara generasi, baik di tempat kerja, keluarga, maupun lingkungan sosial lainnya.
Namun, di balik berbagai stigma negatif, Generasi Z memiliki potensi besar sebagai agen perubahan.
Penguasaan mereka terhadap teknologi menjadikan mereka lebih inovatif, kreatif, dan berpikir out of the box.
Dalam dunia kerja, mereka cenderung lebih dinamis dan mampu beradaptasi dengan perkembangan industri digital.
Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa mereka memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap isu-isu global, seperti perubahan iklim, kesetaraan gender, serta perkembangan ekonomi berbasis teknologi.
Meski begitu, tekanan mental yang dihadapi oleh Gen Z juga cukup tinggi.
Dunia digital yang penuh dengan ekspektasi sosial sering kali membuat mereka merasa insecure dan mengalami overthinking terhadap masa depan.
Hal ini mendorong munculnya tren “healing”, yaitu kebutuhan untuk melakukan pemulihan emosional guna menghadapi tekanan hidup.
Sayangnya, kebutuhan ini sering kali disalahartikan oleh generasi sebelumnya sebagai bentuk kelemahan, padahal dalam realitasnya, Gen Z hanya berusaha mencari keseimbangan antara kesehatan mental dan tuntutan hidup.
Ketimpangan kekuasaan antara generasi yang lebih tua dan Gen Z juga memperburuk persepsi terhadap mereka.
Generasi yang lebih tua, yang masih mendominasi sektor ekonomi, sosial, dan politik, memiliki otoritas dalam menentukan standar nilai yang berlaku di masyarakat.
Dengan posisi dominan ini, mereka dengan mudah membentuk opini publik dan memberikan label negatif kepada Gen Z tanpa melihat perspektif yang lebih luas.
Di sisi lain, sebagai kelompok yang baru memasuki dunia kerja dan kehidupan sosial yang lebih kompleks, Gen Z belum memiliki kekuatan penuh untuk melawan stigma yang melekat pada mereka.
Akibatnya, mereka sering kali menjadi sasaran kritik yang tidak selalu didasarkan pada fakta.
Padahal, banyak dari mereka yang justru sedang berjuang untuk membuktikan diri dan menyesuaikan diri dengan tantangan zaman.
Untuk mengatasi kesenjangan generasi ini, dibutuhkan pendekatan yang lebih inklusif dan dialog terbuka antara generasi.
Generasi yang lebih tua perlu memahami bahwa Gen Z lahir dalam realitas sosial yang berbeda, sehingga pola pikir dan cara kerja mereka juga akan berbeda.
Sebaliknya, Gen Z juga perlu belajar dari pengalaman generasi sebelumnya agar dapat mengembangkan keseimbangan antara inovasi dan nilai-nilai fundamental dalam kehidupan.
Di tengah tantangan dan ekspektasi yang tinggi, Generasi Z tetap memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin masa depan yang inovatif dan progresif.
Dengan kemampuan adaptasi mereka terhadap teknologi serta semangat mereka dalam menciptakan perubahan, Gen Z berpotensi membawa masyarakat ke arah yang lebih maju dan berdaya saing tinggi di era digital.
Leave a Comment