Meutya Hafid Sebut Esport Bukan Olahraga, Netizen Bandingkan dengan Catur

Kangster

No comments

Tintanarasi.com, Ragam – Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, kembali menjadi sorotan publik usai menyampaikan bahwa game online, termasuk esports, tidak layak dikategorikan sebagai olahraga konvensional.

Menurutnya, olahraga identik dengan aktivitas fisik yang menyebabkan pelakunya berkeringat, sementara game digital tak memenuhi kriteria tersebut.

Pernyataan ini disampaikan di tengah diskusi kebijakan pengendalian game online yang sedang digodok pemerintah, terutama menyangkut dampaknya terhadap pelajar.

Meutya menegaskan bahwa meskipun esports diakui secara luas, pemerintah tetap harus menempatkan perlindungan anak sebagai prioritas utama

“Kita tidak bisa menyamakan game dengan olahraga seperti sepak bola atau atletik. Esports tidak melibatkan gerak tubuh secara intens. Oleh karena itu, saya tidak menganggapnya sebagai olahraga dalam pengertian yang sebenarnya,” ujar Meutya, Kamis (22/05/2025).

Ucapan Menkomdigi itu menuai gelombang respons dari berbagai kalangan. Di media sosial, muncul perbandingan antara esports dan catur.

Banyak netizen mempertanyakan dasar definisi olahraga jika hanya berpatokan pada gerakan fisik.

Pasalnya, catur—yang juga tidak mengharuskan pemain berkeringat—telah lama diakui sebagai cabang olahraga resmi oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC).

“Kalau begitu, catur juga bukan olahraga dong?” tulis salah satu pengguna media sosial, yang menyuarakan keresahan komunitas gamer dan atlet digital.

Beberapa komentator juga menyoroti bahwa esports memerlukan koordinasi, kecepatan berpikir, strategi mendalam, serta latihan berjam-jam—unsur-unsur yang juga dimiliki oleh olahraga tradisional.

Pernyataan Menkomdigi seolah bertentangan dengan kenyataan di lapangan. Dalam beberapa tahun terakhir, esports Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan dan telah membawa pulang medali dari kompetisi internasional.

Tim-tim seperti EVOS dan Bigetron menjadi representasi profesionalisme dalam industri ini.

Bahkan, sejumlah negara telah mengintegrasikan esports ke dalam sistem pendidikan dan olahraga nasional.

Di ajang seperti SEA Games dan Asian Games, esports resmi dipertandingkan dan menyumbang medali bagi kontingen Indonesia.

Di balik sikap tegasnya, Meutya Hafid menyampaikan kekhawatiran mendalam terhadap adiksi game online di kalangan anak dan remaja.

Ia menekankan bahwa regulasi ketat dan batasan usia pengguna game harus menjadi fokus pemerintah.

Ia juga menyebutkan rencana penyusunan regulasi yang akan mengatur akses game berdasarkan usia, demi menghindari potensi kerusakan mental, sosial, maupun akademik akibat penggunaan berlebihan.

“Teknologi digital harus dikendalikan, bukan membiarkan anak-anak tenggelam di dalamnya,” tambahnya.

Meski demikian, banyak pihak menilai bahwa solusi tidak bisa hanya dengan mendiskreditkan game online.

Dibutuhkan pendekatan komprehensif yang mencakup edukasi digital, peran aktif orang tua, serta kebijakan negara yang tidak menutup potensi prestasi generasi muda dalam dunia digital.

Kangster

Pengangguran dadakan yang lagi nyari kerja di Jepang. Mimpi jadi karyawan kantoran ala anime sambil ngejar deadline. Kalau lagi nggak sibuk ngoding, pasti lagi baca novel detektif sambil ngebayangin jadi Sherlock Holmes versi Indonesia. Oh iya, NewJeans Never Die!

Share:

Related Post

Leave a Comment