Tintanrasi.com, Ragam – Startup teknologi asal China, DeepSeek, tengah menjadi pusat perhatian di dunia kecerdasan buatan (AI) setelah meluncurkan model AI canggih dengan harga yang lebih kompetitif dibandingkan para pesaingnya.
Inovasi ini membawa perubahan signifikan dalam lanskap AI global, namun para ahli keamanan siber memperingatkan potensi ancaman yang perlu diwaspadai oleh para pengguna.
Menanggapi perkembangan pesat ini, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa pemerintah Indonesia belum memiliki rencana untuk membatasi akses masyarakat terhadap teknologi AI.
“Saat ini, pemerintah masih belum mengeluarkan kebijakan pembatasan akses terhadap AI. Namun, Kementerian Komunikasi dan Digital telah menerbitkan pedoman terkait penggunaan AI yang perlu diperhatikan,” ujar Meutya dalam wawancara dengan detikINET.
Hingga kini, regulasi AI di Indonesia masih berlandaskan Surat Edaran.
Meski begitu, pemerintah tengah mengkaji regulasi yang lebih spesifik guna memastikan penerapan teknologi ini tetap sesuai dengan prinsip etika, seperti keamanan, aksesibilitas, perlindungan data pribadi, hak kekayaan intelektual, serta tanggung jawab dalam penyebaran informasi.
“Selain kepatuhan terhadap pedoman yang telah dikeluarkan, penggunaan AI juga harus mengikuti aturan hukum yang berlaku, termasuk UU ITE dan UU PDP, demi mencegah penyalahgunaan dalam bentuk penyebaran konten negatif seperti judi dan pornografi serta menjaga keamanan digital bagi anak-anak,” tambahnya.
DeepSeek menarik perhatian luas setelah merilis model AI open-source bernama R1.
Teknologi ini digadang-gadang mampu bersaing dengan model AI dari perusahaan Amerika Serikat dengan biaya yang lebih ekonomis.
Keberhasilan DeepSeek memicu reaksi di kalangan investor, memunculkan pertanyaan mengenai efektivitas investasi besar yang telah digelontorkan oleh raksasa teknologi seperti Microsoft untuk mengembangkan infrastruktur AI.
Kehadiran DeepSeek bahkan berdampak pada fluktuasi pasar saham, dengan beberapa perusahaan teknologi besar seperti Nvidia mengalami penurunan harga saham secara signifikan.
Meskipun mendapat respons positif, model AI open-source yang dikembangkan DeepSeek juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pakar keamanan siber.
Perusahaan keamanan global, Kaspersky, memperingatkan bahwa sistem open-source rentan terhadap eksploitasi oleh pelaku kejahatan siber.
Terdapat dugaan bahwa DeepSeek sempat menjadi target serangan siber, meski belum ada konfirmasi resmi terkait insiden tersebut.
Pakar Kaspersky menekankan bahwa AI berbasis open-source dapat menjadi “senjata bermata dua”—mendorong transparansi sekaligus meningkatkan risiko penyalahgunaan.
“Ketika menggunakan perangkat lunak open-source, pengguna sering kali tidak bisa memastikan bagaimana data mereka diproses, terutama jika ada modifikasi dari pihak ketiga. Eksploitasi sistem terbuka menjadi tren utama dalam ancaman siber saat ini, di mana peretas memanfaatkan celah keamanan untuk menyusupkan malware dan menjalankan kampanye kejahatan digital yang lebih kompleks,” ungkap Kaspersky dalam laporan terbarunya.
Kehadiran DeepSeek menjadi tonggak baru dalam industri AI dengan menawarkan solusi yang lebih murah tetapi tetap berkualitas tinggi.
Namun, di balik keunggulan tersebut, muncul tantangan besar terkait keamanan siber dan etika penggunaannya.
Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang lebih ketat serta peningkatan kesadaran publik tentang pentingnya perlindungan data dan keamanan digital.
Leave a Comment