Tintanarasi.com, Nasional – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mencabut aturan mengenai ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam putusan yang disampaikan pada Kamis (2/1/2025).
Keputusan ini berpotensi mengubah dinamika politik nasional, terutama menjelang Pemilu 2029.
Putusan yang bernomor 62/PUU-XXII/2024 tersebut dikabulkan oleh MK setelah menerima gugatan dari Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Enika Maya Oktavia dan rekan-rekannya.
Mereka mengajukan uji materi terhadap Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang dinilai membatasi hak demokrasi masyarakat.
Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Jakarta, menyatakan bahwa aturan presidential threshold tidak sesuai dengan konstitusi.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo.
Norma dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menjelaskan bahwa keputusan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa presidential threshold bertentangan dengan prinsip moralitas, keadilan, dan kedaulatan rakyat.
Aturan ini juga dianggap mengurangi jumlah pilihan bagi pemilih, sehingga membatasi ruang demokrasi yang inklusif.
Saldi menegaskan bahwa penghapusan threshold ini diperlukan untuk mencegah polarisasi masyarakat yang selama ini sering terjadi akibat terbatasnya jumlah pasangan calon presiden.
“Dengan menghapus threshold, hak konstitusional pemilih untuk mendapatkan alternatif kandidat akan lebih terjamin,” ujarnya.
MK juga memberikan panduan kepada pembentuk undang-undang untuk memastikan aturan baru tetap memungkinkan kompetisi yang sehat tanpa menimbulkan dominasi oleh partai tertentu.
Penghapusan presidential threshold membuka peluang semua partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Hal ini dapat memicu munculnya banyak pasangan calon di Pemilu 2029.
Namun, pakar politik Hendri Satrio mengingatkan bahwa tidak semua partai atau individu memiliki modal elektoral yang memadai untuk maju.
“Diperlukan investasi elektoral dan dukungan yang kuat, sehingga hanya tokoh tertentu yang bisa menjadi kandidat kuat,” jelasnya.
Keputusan ini menuai beragam tanggapan. Beberapa pihak mendukung langkah MK sebagai upaya memperkuat demokrasi, sementara lainnya mengkhawatirkan potensi kerumitan dalam pelaksanaannya.
Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Hermawi Taslim, menyebut bahwa threshold adalah mekanisme seleksi yang biasa diterapkan untuk memastikan kredibilitas kandidat.
Sementara itu, Ganjar Pranowo, salah satu tokoh politik, mengingatkan pentingnya kedewasaan politik dalam menghadapi dinamika baru ini.
Di sisi lain, keputusan MK juga menuai dissenting opinion dari dua hakim konstitusi, Anwar Usman dan Daniel Yusmic.
Mereka mempertanyakan kedudukan hukum para pemohon dalam gugatan ini dan menilai bahwa putusan seharusnya tidak diterima.
Dengan penghapusan presidential threshold, Pilpres 2029 diprediksi akan menjadi salah satu ajang politik paling inklusif dalam sejarah Indonesia.
Semua partai politik kini memiliki peluang yang sama untuk mencalonkan kandidat terbaik mereka.
Leave a Comment