Revisi UU TNI Tuai Polemik: Ancaman Kembalinya Dwifungsi Militer?

Kangster

No comments
Foto: Ist

Tintanarasi.com, Jakarta – Pemerintah dan DPR terus membahas revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di tengah protes dari berbagai pihak.

Sejumlah poin dalam RUU TNI 2025 dinilai bermasalah, termasuk peningkatan usia pensiun, perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif, serta peran TNI dalam urusan nonmiliter.

Rapat tertutup Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI bersama pemerintah digelar pada 14-15 Maret 2025 di Hotel Fairmont, Jakarta.

Beberapa organisasi masyarakat sipil, seperti KontraS dan BEM SI, mengkritik proses pembahasan yang dianggap tidak transparan dan minim partisipasi publik.

Salah satu perubahan utama dalam RUU ini adalah kenaikan usia pensiun bagi prajurit TNI. Usulan terbaru menetapkan batas pensiun sebagai berikut:

  • Tamtama: 56 tahun
  • Bintara: 57 tahun
  • Letnan Kolonel: 58 tahun
  • Kolonel: 59 tahun
  • Perwira Tinggi Bintang Satu: 60 tahun
  • Perwira Tinggi Bintang Dua: 61 tahun
  • Perwira Tinggi Bintang Tiga: 62 tahun
  • Perwira Tinggi Bintang Empat: Masa dinas ditentukan oleh Presiden

Namun, usulan ini menuai kritik, salah satunya dari Irjen Polisi (Purn) Frederik Kalalembang. Ia menyebut saat ini banyak perwira TNI yang non-job alias tidak memiliki posisi strategis.

Jika usia pensiun diperpanjang, dikhawatirkan akan semakin banyak prajurit yang menganggur, sementara beban anggaran negara juga meningkat.

RUU ini juga berpotensi memperluas keterlibatan TNI dalam jabatan sipil. Saat ini, prajurit TNI hanya bisa menduduki jabatan di beberapa instansi, seperti Kementerian Pertahanan, Sekretaris Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, dan Mahkamah Agung.

Namun, revisi UU TNI mengusulkan penambahan beberapa institusi baru, seperti:

  • Kementerian Kelautan dan Perikanan
  • Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  • Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
  • Badan Keamanan Laut
  • Kejaksaan Agung

Menurut Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya, perubahan ini bisa membuka kembali peluang dwifungsi militer seperti di era Orde Baru.

“Dengan semakin luasnya peran TNI di ranah sipil, kita bisa kehilangan kontrol terhadap supremasi sipil. Ini bertentangan dengan semangat reformasi,” kata Dimas.

Namun, Anggota Komisi I DPR Mayjen (Purn) TB Hasanuddin membantah anggapan bahwa revisi ini akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.

Ia menegaskan bahwa TNI yang menduduki jabatan sipil harus memiliki kompetensi yang relevan.

Isu lain yang muncul dalam revisi UU TNI adalah larangan berbisnis bagi prajurit aktif. Mantan Mayjen TNI Rodon Pedrason menilai aturan ini tidak adil, terutama bagi bintara dan tamtama yang pensiunnya hanya menerima 70 persen dari gaji pokok.

“Banyak prajurit yang kesulitan ekonomi setelah pensiun. Mereka seharusnya diberi peluang berbisnis kecil, seperti berjualan makanan atau membuka usaha sendiri,” ujar Rodon.

Rodon juga menyoroti gaji pensiunan jenderal bintang empat yang hanya Rp5,2 juta per bulan, jumlah yang dinilai tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup.

Ia pun mendukung adanya reformasi dalam kesejahteraan prajurit agar mereka tidak kesulitan secara finansial setelah pensiun.

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin berharap revisi UU TNI dapat diselesaikan sebelum DPR memasuki masa reses pada 21 Maret 2025. Namun, protes dari masyarakat sipil terus berlangsung.

Mahasiswa yang tergabung dalam BEM SI menyerukan aksi turun ke jalan menolak revisi ini karena dianggap mengancam supremasi sipil dan cita-cita reformasi.

Dengan banyaknya kontroversi dan kritik terhadap revisi UU TNI, pembahasan undang-undang ini masih jauh dari kata final.

Masyarakat sipil dan berbagai organisasi terus mendesak DPR agar tidak terburu-buru dalam mengesahkan aturan yang berpotensi mengubah tatanan demokrasi di Indonesia.

Kangster

Pengangguran dadakan yang lagi nyari kerja di Jepang. Mimpi jadi karyawan kantoran ala anime sambil ngejar deadline. Kalau lagi nggak sibuk ngoding, pasti lagi baca novel detektif sambil ngebayangin jadi Sherlock Holmes versi Indonesia. Oh iya, NewJeans Never Die!

Share:

Related Post

Leave a Comment