Tintanrasi.com, Maros – Banjir besar yang melanda Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, sejak Selasa (11/2) terus meluas hingga merendam 14 kecamatan dan berdampak terhadap lebih dari 100 ribu warga.
Akibatnya, aktivitas masyarakat terganggu, kemacetan parah terjadi di berbagai titik, dan beberapa warga bahkan harus menempuh jalur laut untuk mencapai tujuan mereka.
Kasatlantas Polres Maros, Iptu Kamaluddin, mengonfirmasi bahwa antrean kendaraan masih terjadi di Jalur Trans Sulawesi yang menghubungkan Makassar dan Maros.
Kemacetan ini bahkan meluas hingga Simpang Lima Bandara Sultan Hasanuddin dan Tol Reformasi Makassar.
“Kami terus melakukan pengaturan lalu lintas, tetapi genangan air di jalan masih tinggi, sehingga arus kendaraan tersendat,” ujar Kamaluddin, Rabu (12/2).
Sementara itu, jalur alternatif seperti Moncongloe dan Pattene juga tidak dapat diakses karena ikut terendam banjir. Hal ini membuat pihak kepolisian kesulitan melakukan rekayasa lalu lintas.
Banjir yang melumpuhkan jalur darat membuat beberapa warga memilih perjalanan via laut.
Salah satunya adalah Azizah, yang mengungkapkan bahwa keluarganya terpaksa menggunakan dua kapal untuk berangkat ke Pelabuhan Paotere Makassar sebelum melanjutkan perjalanan ke Kalimantan Selatan.
“Biasanya kami lewat jalur darat ke Makassar, tetapi karena banjir menyebabkan kemacetan panjang, kami memilih jalur laut,” ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Maros telah mendirikan posko pengungsian di kantor kecamatan dan masjid-masjid untuk menampung warga terdampak.
Selain itu, dapur umum didirikan di seluruh kantor camat serta di Gedung Islamic Center Maros untuk memastikan pasokan makanan bagi korban banjir.
“Kami sudah instruksikan camat untuk membuka kantor mereka sebagai tempat evakuasi warga,” kata Bupati Maros, Chaidir Syam.
Banjir juga berdampak pada perkantoran. Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Maros misalnya, terendam banjir hingga sepinggang orang dewasa, menyebabkan beberapa pegawai terjebak dan terpaksa menginap di kantor.
Kepala Kemenag Maros, Muhammad, telah menginstruksikan ASN untuk bekerja dari rumah (WFH) sampai kondisi memungkinkan.
“Jika banjir sudah surut, ASN dapat kembali bekerja di kantor. Namun, bagi yang rumahnya masih terdampak, mereka tetap bisa bekerja dari rumah,” ujarnya.
Anggota DPRD Sulsel, Irfan AB, turut turun ke lokasi dan menyoroti lambannya penanganan banjir. Ia menegaskan bahwa banjir besar seperti ini bukan pertama kali terjadi, dan seharusnya sudah ada langkah konkret dari pemerintah.
“Banjir ini terjadi berulang kali, tetapi respons pemerintah masih lambat.
Seharusnya penanganan banjir menjadi prioritas utama dibanding proyek infrastruktur lain yang belum berdampak langsung bagi masyarakat,” kritiknya.
Menurut Irfan, perbaikan drainase dan normalisasi sungai harus segera dilakukan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Ia bahkan mengaku telah menyuarakan hal ini dalam rapat paripurna DPRD Sulsel, tetapi hingga kini belum ada solusi yang nyata.
“Kami akan terus mengawal masalah ini hingga ada kebijakan konkret yang benar-benar mengatasi persoalan banjir ini,” pungkasnya.
Leave a Comment