Tintanarasi.com, Ragam – Fenomena mencengangkan kembali mencuat dari dunia pinjaman online (pinjol) yang menuai kegaduhan di media sosial.
Seorang pengguna media sosial bernama @helocarl menceritakan pengalaman ganjilnya yang mendapat transfer dana besar dari aplikasi Rupiah Cepat, padahal ia sama sekali tidak pernah mengajukan pinjaman.
Kejadian ini terjadi pada Rabu (08/05/2025) sore, ketika ia mendapat telepon dari seseorang yang mengaku sebagai staf Rupiah Cepat.
Penelepon menyebutkan adanya kesalahan sistem dan meminta @helocarl segera mengecek rekeningnya. Ternyata benar, dana sejumlah besar telah masuk.
Merasa janggal, ia mencoba mengembalikan dana tersebut ke rekening yang diberikan oleh penelepon.
Namun, setelah melakukan verifikasi ke layanan pelanggan resmi, pihak Rupiah Cepat membantah adanya gangguan sistem serta menyatakan bahwa rekening pengembalian yang disebutkan tidak berafiliasi dengan mereka. Dugaan penipuan pun muncul.
Tak tinggal diam, @helocarl segera melaporkan peristiwa itu ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui KONTAK 157 dan menyerahkan bukti-bukti yang dimilikinya.
Namun, jawaban dari Rupiah Cepat justru menambah kebingungan: pinjaman yang masuk ke rekeningnya dinyatakan sah dan ia tetap diwajibkan membayar cicilan lengkap beserta bunganya.
Korban yang merasa dijebak menyebut bahwa dirinya hanya ingin mengembalikan dana tersebut melalui prosedur resmi. Ia menolak dipaksa membayar dua kali lipat atau dikenakan bunga atas pinjaman yang tidak ia ajukan.
Beberapa hari kemudian, Rupiah Cepat mengonfirmasi bahwa kasus tersebut merupakan bentuk penipuan.
Namun ironisnya, kewajiban pembayaran tetap dibebankan kepada korban. Unggahan tangkapan layar email dari pihak Rupiah Cepat yang viral di media sosial memperlihatkan mereka tetap menganggap pinjaman tersebut valid dan pembatalannya tidak disetujui.
Menanggapi hal ini, OJK segera memanggil pihak Rupiah Cepat dan meminta klarifikasi mendalam. OJK juga mendesak dilakukannya investigasi internal serta pelaporan hasilnya.
Selain itu, masyarakat diimbau untuk berhati-hati dalam menjaga data pribadi dan tidak memberikan informasi sensitif seperti OTP atau password kepada pihak yang tidak terpercaya.
Di sisi lain, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) juga turun tangan dengan memanggil Rupiah Cepat serta mengevaluasi sistem tata kelola perusahaan.
Ketua Umum AFPI, Entjik Djafar, menyampaikan bahwa penyelenggara pinjol wajib menaati prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan mematuhi kode etik asosiasi serta peraturan perundang-undangan.
Dalam pernyataan resminya, Direktur Utama Rupiah Cepat, Baladina Siburian, mengungkapkan permintaan maaf atas kasus yang viral tersebut.
Ia menyatakan bahwa pihaknya telah menjalin komunikasi langsung dengan pengguna dan berkomitmen untuk meningkatkan keamanan data serta memperkuat proses verifikasi pengguna.
Meski begitu, sampai Kamis (22/05/2025), belum ada kejelasan pasti soal penyelesaian kasus ini.
Korban menyatakan hanya akan mengembalikan dana yang diterima melalui jalur legal, dan tidak bersedia menanggung tanggung jawab atas pinjaman fiktif.
Kasus ini pun membuka kembali diskusi luas mengenai keamanan data pribadi di ranah digital, khususnya pada layanan keuangan berbasis teknologi.
Pemerintah dan regulator diharapkan mampu memperkuat perlindungan konsumen dan menindak tegas penyalahgunaan data yang makin marak terjadi.
Leave a Comment