Mendikdasmen: Roblox Tak Cocok untuk Anak, Banyak Unsur Kekerasan

ochaapp

No comments
Foto: Roblox.com

Tintanarasi.com, Ragam – Dalam kunjungan kerja ke SDN Cideng 02, Jakarta Pusat, pada Senin (04/08/2025), Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyampaikan keprihatinannya terhadap penggunaan game Roblox oleh anak-anak usia sekolah dasar.

Ia menilai permainan digital tersebut dapat membawa pengaruh negatif pada perkembangan anak, terutama karena adanya konten kekerasan dan kata-kata kasar yang berpotensi ditiru dalam kehidupan nyata.

Mu’ti menyampaikan bahwa anak-anak belum mampu memilah mana yang hanya simulasi dan mana yang merupakan perilaku tidak pantas jika dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

“Kalau di game orang dibanting tidak apa-apa, tapi kalau dia praktikkan di sekolah, bisa berbahaya bagi temannya,” ujarnya dalam dialog dengan guru dan orang tua murid, seperti dikutip dari CNN.

Game berbasis komunitas seperti Roblox memang memungkinkan pengguna untuk membuat dan memainkan berbagai jenis permainan.

Sayangnya, tidak semua konten yang beredar di platform tersebut cocok untuk anak-anak, sehingga diperlukan pengawasan ketat dari orang tua dan pendidik.

Mu’ti menekankan bahwa pemerintah tidak bermaksud memusuhi game secara umum.

Menurutnya, permainan digital tetap bisa digunakan sebagai media edukatif, asalkan sesuai dengan nilai-nilai moral, usia, dan budaya Indonesia.

Ia bahkan mengapresiasi adanya potensi game edukatif dan kreatif yang dapat menunjang pembelajaran di era digital.

Namun demikian, ia mengingatkan bahwa peran keluarga sangat penting dalam menumbuhkan literasi digital sejak dini.

Orang tua diimbau untuk mendampingi anak saat menggunakan perangkat digital dan memastikan bahwa akses mereka tidak mengarah pada konten yang mengandung kekerasan atau nilai-nilai yang tidak layak.

Sebagai bagian dari perlindungan anak di dunia digital, pemerintah telah menggulirkan Program Tunas, bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital.

Program ini juga diperkuat dengan regulasi baru, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025, yang mengatur tata kelola sistem elektronik ramah anak.

Mu’ti menambahkan bahwa pihaknya akan menjalin kolaborasi lebih luas dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk platform digital, agar ekosistem daring yang diakses anak-anak benar-benar aman dan mendidik.

Ia menegaskan, “Kami tidak ingin generasi muda terpapar konten yang justru merusak masa depan mereka.”

Sementara itu, publik menyambut pernyataan tersebut dengan beragam respons.

Sebagian besar orang tua mendukung seruan itu, namun ada pula yang menyarankan pendekatan berbasis edukasi digital, bukan sekadar pelarangan.

Diskusi soal pentingnya kurikulum literasi digital pun kembali muncul ke permukaan.

Share:

Related Post

Leave a Comment